![]() |
sumber: pilkada.rakyatku.com |
Regulasi yang mengatur penyelenggaraan Pilkada, semakin hari semakin lengkap mengatur tentang pencegahan, larangan dan sanksi bahkan mekanisme pelaporan dan penanganan politik uang.
Ketentuan-ketentuan undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 berikut perubahannya UU Nomor 8 Tahun 2016 dan 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang politik uang adalah:
a.
Pasal 47 ayat (1), (2), (3), (4), (5)
dan (6):
(1)
Partai Politik atau gabungan Partai
Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota;
(2)
Dalam hal Partai Politik atau gabungan
Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang bersangkutan dilarang
mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama;
(3)
Partai Politik atau gabungan Partai
Politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
(4)
Setiap orang atau lembaga dilarang
memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk
apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “orang” termasuk Calon Gubernur, Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, atau Calon Wakil
Walikota.
(5)
Dalam hal putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti
memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon,
pasangan poe calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.
(6)
Setiap partai politik atau gabungan
partai politik yang terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang
diterima.
b.
Pasal 73 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5):
(1) Calon
dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi
penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih”. Penjelasannya: Yang
tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya
makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan
bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan
dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.
(2) Calon
yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi
pembatalan sebagai pasangan poe calon oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Tim
Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangaan.
(4) Selain
Calon atau Pasangan poe calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan
relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak
langsung untuk:
a.
mempengaruhi Pemilih untuk tidak
menggunakan hak pilih;
b.
menggunakan hak pilih dengan cara
tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c.
mempengaruhi untuk memilih calon tertentu
atau tidak memilih calon tertentu.”
(5) Pemberian
sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menggugurkan sanksi pidana.
c.
Pasal 178A ayat (1), dan (2):
(1)
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun
tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih,
menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah,
memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud
pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2)
Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
d. Pasal
187B: Anggota
Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada
proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
e.
Pasal 187C: “Setiap
orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan
hukum memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, penetapan sebagai
calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan
dan denda paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perangkat sistem regulasi dalam hal ini
Undang-undang telah menegaskan larangan menjanjikan, memberikan dan menerima
imbalan / barang atau uang dalam konteks penyelenggaran Pilkada sejak
pencalonan sampai pemungutan suara. Praktek mahar politik dalam pencalonan
telah dilarang dan ditegaskan sanksinya. Menjanjikan dan memberikan uang atau
materi lainnya untuk memilih atau tidak memilih atau membuat suara menjadi
tidak sah juga telah diatur Undang-undang.
Tinggal
kita semua, berupaya sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya politik uang.
Yah, semua Kembali pada pribadi kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.